Biasanya orang menganggap bahwa filsafat membicarakan
pengertian pengertian yang langka dan abstrak, renungan renungan halus diliputi
awan, teori teori yang jauh terpisah dari kehidupan yang kongkret. Apa yang
sebenarnya demikian menurut akal sehat adalah yang kongkret seperti yang “dan
kini” hanya merupakan petunjuk dan tidak berkata apa apa tentang yang ditunjuk.
Seperti acap kali dipakai, kata kata ini hamper sama saj
denan tidak menyatakan apa apa. Tapi apa bila kita mulai merenungkannya, kata
kata sederhana ini jadi mengandung rahasia. “sini” berarti kebutuhan manusia, pendirian
saya yang berlaku di dunia, “kini” berarti kesementaraan saya, penempatan saya dewasa
ini dalam waktu. Apa yang penting dalam hal ini bagi kita adalah “kekinian”
manusia. Saat kini bukanlah suatu keaadaan tertentu jarum jarum jam, tetapi
kekinian hidup kita, kekinaian yang dalamnya kita hidup, atau kekinian yang kita
berada. Bahwa kita selalu kini dan berada dalam saat kini, pasti merupakan
aspek hakiki dan diperlukan dari pengalaman manusiawi. Tanpa waktu tak dapatlah
saya memikirkan diri saya.
“kekinian” adalah suatu saat dari suatu jalan kehidupan –jalan
yang kita rintis sendiri, dalam setiap saat kini tersimpul masa lampau kita dan
masa depan kita, tapi masing masing caranya sangat berbeda dan dalam hubungan
yang senantiasa berganti. pada orang orang muda masa lampau singkat dan masa
depan yang tersisa mudah mudahan masing panjang. Pada orang tua masih tersisa
sedikit masa depan, tapi hidup telah hamper masa selesai. Masa lampau lalu
tiada mungkin kembali, tapi selaku yang lalu masih senantiasa nyata hadir. Ini adalah
bagian telah teretentu dari hidup kita, yang tersimpan dalam mas kini dan
dalamnya merupakan suatu beban dan suatu kekayaan. Masa kini adalah hasil masa
lampau. Sebaliknya masa depan kita masih belum, namun bagaimanapun sudah hadir
dalam masa kini sebagai wawasan, rancangan, dugaan, kekhawatiran dan harapan.
Saat kini jadinya mempunyai 3 dimensi: masa lalu, masa kini
dan masa depan, yang tidak dapat dilepaskan satu sama lain. Tidak ada “kini”
tanpa masa lampau dan masa depan, dan tidak ada artinya untuk menjadikan
manusia ke kininya yang sekarang. Bahkan tak ada artiny untuk menjadikan
seorang manusia ke masa lampau, menjadikan dia masih sampai kini.
Bila setiap kehidupan merupakan suatu saat dari suatu jalan,
maka hal ini berarti bahwa tidak ada suatu saat kehidupan pun dapat atau boleh
dinilai sama sekali terpencil. Tiap perubahan, tiap periode dalam hidup saya
barulah memperoleh artinya yang sebenarnya (dan jadi apa adanya) dalam
keseluruhan hidup saya. Dua orang sahabat yang sekali bertengkar, bukanlah
tukang recok. Dua orang yanga bertengkar yang sekali berdamai, tidaklah saat
itu menjadi petengkar. Karena itu, selama kita hidup, sedikit banyaknya kita
mempunyai pengaruh pada masa lampau kita. Bila tiap tindakan, setiap saat
kehidupan harus dinilai dalam konteks keseluruhan hidup saya, maka kita masih
selalu menguasai konteks penafsiran selama kita hidup. Karena itu kita memang
tidak dapat menghapus masa lampau kita sendiri, tetapi sesungguhnya dapat
menentukan arti selanjutnya. Siapa yang selama yang selama hidupnya menjadi
penganut “stalin”, dalam usianya yang delapan puluh tahun masih dapat bertobat,
sehingga masa lampau yang stalinistis memperoleh arti lain ketimbang bila dia
sampai akhir hayatnya tetap berada dalam keyakinannya.
Bila hidup merupakan sebuah jalan yang berakhir dengan mati,
maka pertanyaan yang mendesak kuat sekali ialah apakah jalan itu memang atau
tidak tanpa tujuan. Mati memang akhri, tapi pasti bukan tujuan akhir, apakah
hidup kalau begitu jalan tanpa tujuan?. Pertanyaan ini akan dibicarakan lagi.